belgium · cerita · europe · travel

cerita tentang masjid di Eropa

 

Masjid mungkin menjadi bangunan yang umum di Indonesia, atau di negara mayoritas muslim lainnya. Tetapi, ketika sedang berada di negara dimana muslim menjadi minoritas, tentu bukan hal mudah untuk menemukan keberadaan masjid.

Seringkali masjid tersebut tidak berbentuk sebagaimana yang umum kita temui di Indonesia, terkadang hanya berupa ruko, atau mengisi ruang kosong di bawah tanah.  Bahkan, ada pula masjid yang kemudian beralih fungsi menjadi katedral, seperti yang ada di Spanyol: Catedral de Sevilla dan Mezquita de Cordoba. Satu hal lagi yang membedakan adalah kebanyakan suara azan tidak dikumandangkan keluar. Jadi, kalau tidak sedang berada di dalam bangunan masjid, kita tidak akan mendengarnya. Oh iya, kebanyakan masjid berada di wilayah sekitar tempat tinggal imigran, alias penduduk keturunan muslim dari Turki, Maroko, dll. Disana juga akan dengan mudah didapatkan berbagai toko halal, seperti toko daging, restaurant kebab, dsb.

Saat saya tinggal di Valencia, saya tidak menyangka akan menemukan masjid yang berbentuk masjid (dilengkapi kubah) dengan ukuran yang cukup besar. Di lain hari, saya pun menemukan masjid yang menempati lantai bawah apartemen, jika tidak ada papan nama, maka saya pun tidak akan mengenalinya. Kedua masjid yang saya temukan di Helsinki pun serupa, selain lokasinya yang cukup tersembunyi, ada juga yang terlihat seperti kantor.

suasana di Centro Cultural Islamico de Valencia, Spanyol

dua masjid yang saya kunjungi di Helsinki, Finlandia

Hal mengejutkan bagi saya adalah ketika saya tinggal di Belgia. Siapa sangka, ternyata disana terdapat banyak masjid, yang benar-benar berbentuk masjid dengan kubahnya.  Lokasi masjid besar Brussels pun bagi saya cukup istimewa, berada di salah satu taman terbesar yaitu Parc du Cinquinterre dan dekat dengan kawasan kantor Uni Eropa.
bruTidak hanya di kota besar, di kota kecil sekitar provinsi Limburg tempat saya tinggal pun memiliki cukup banyak masjid dengan arsitektur yang indah, seperti di Genk dan Beringen.

Untitled design
Yunus-Emre Moskee di Genk (atas) Fatih Camii Moskee di Beringen (bawah)

Saya sungguh takjub saat melihat kedua masjid tersebut. Ukurannya yang cukup besar, desain bangunan yang megah, dan interior yang sungguh indah membuat saya lupa bahwa saya sedang ada di Belgia. Nuansa Turki cukup kental terasa karena kedua masjid ini bisa dibilang merupakan masjid turki. Umumnya, masjid yang ada di Eropa memiliki ciri khas sesuai dengan suku bangsa yang mendirikannya, seperti ada masjid Maroko, masjid Arab, bahkan ada masjid Indonesia juga loh di Belanda.

Masjid El Fath, Maastricht, Belanda

Berkunjung ke masjid menjadi pengalaman unik bagi saya, utamanya terkait dengan keberadaan jamaah wanita dan ‘jam operasional’ masjid. Kebanyakan masjid-masjid ini setahu saya hanya dibuka pada jam salat, walaupun di luar itu kita tetap bisa berkunjung dan beribadah. Ada ‘trik’ khusus jika kita berkunjung di luar jam salat, yaitu kita harus pintar mencari tahu dimana lokasi pintu masuk atau mencari ‘pengurus’ masjid. Tantangannya, terkadang mereka hanya bisa bahasa lokal, ataupun bahasa ibu mereka, misalnya bahasa arab atau bahasa turki. Selain itu, umumnya yang datang ke masjid didominasi oleh jamaah laki-laki, sehingga saya harus mencari tahu dimanakah lokasi untuk jamaah wanita, yang terkadang lokasinya tidak di bagian utama masjid atau, jika iya maka pintu masuknya terpisah dan (kadang) tersembunyi. Begitu pula saat mencari tempat wudhu. Di Helsinki, saya pernah secara khusus dibukakan ruang untuk salat wanita, karena kebetulan hanya saya sendiri jamaahnya, itupun harus menunggu ‘marbot’ nya dulu, hehehe.

Tidak lupa, saya juga cukup takjub saat mendapati bahwa di kampus saya (Hasselt University campus Diepenbeek) terdapat satu ruangan yang didedikasikan sebagai mushola, yang disebut sebagai stille plek dengan fasilitas yang cukup lengkap: mulai dari karpet, sejadah sampai mukena. Tidak lupa pula ada alquran, tasbih, dan beberapa buku islam. Ruangan tersebut juga cukup nyaman dan menenangkan 🙂

*penutup: saya bukanlah seorang yang alim, yang harus salat di masjid atau tempat khusus, tetapi sepertinya jika saya punya kesempatan lagi untuk bepergian ke atau bahkan tinggal di luar Indonesia, saya memiliki hobi baru, destinasi baru yaitu berkunjung dan bersujud di masjid-masjid yang ada di negara (kota) tersebut.

salam,
raniefatma

2 thoughts on “cerita tentang masjid di Eropa

Leave a comment